Dwi Rahmanto
Dwi Rahmanto Every Sphere has a Story

Teori Pengembangan Wilayah - Teori Kutub Pertumbuhan

Pengembangan wilayah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan di suatu area geografis tertentu.Terdapat beberapa prinsip penting seperti keadilan, kesetaraan, dan keberlanjutan, yang menjadi landasan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu teori pengembangan wilayah yang relevan adalah teori agropolitan, yang menekankan penggabungan antara sektor pertanian dan industri untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, dan meminimalkan disparitas antara wilayah pedesaan dan perkotaan. 

Teori Pengembangan Wilayah

Teori-teori dalam pengembangan wilayah berfokus pada tiga pilar utama, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Ketiga pilar ini merupakan elemen esensial yang mendukung pencapaian pengembangan wilayah yang optimal, dengan tetap menjaga keberlanjutan lingkungan alam. Tiga teori pengembangan wilayah yang perlu dipahami meliputi teori kutub pertumbuhan, teori lokasi, dan teori agropolitan. Berikut adalah uraian singkat tentang ketiga teori tersebut. 

1. Teori Kutub Pertumbuhan

Teori Kutub Pertumbuhan (The Growth Pole Theory) pertama kali dikemukakan oleh Francois Perroux pada tahun 1955, menyatakan bahwa pertumbuhan dan pembangunan ekonomi tidak merata di seluruh wilayah, melainkan terfokus pada beberapa lokasi tertentu yang disebut sebagai "kutub pertumbuhan." Lokasi ini menjadi pusat aktivitas ekonomi yang padat, dengan harapan akan memberikan dampak positif pada wilayah sekitarnya, yang dikenal sebagai efek penjalaran (spread). 

Percepatan aktivitas ekonomi di kutub pertumbuhan juga memicu aliran investasi ke wilayah-wilayah di bawahnya yang memiliki hierarki ekonomi yang lebih rendah. Fenomena ini dikenal dengan istilah "trickling down effect." Selain itu, dalam teori kutub pertumbuhan juga dikenal istilah “backwash”, yang terjadi ketika kemajuan ekonomi di wilayah kutub pertumbuhan menyerap sumber daya tenaga kerja dan modal ekonomi dari wilayah lain, sehingga menghambat pertumbuhan wilayah di sekitarnya. Wilayah yang terkena efek ini kemudian mengalami kemunduran dan disebut "daerah peri-peri." 

Lokasi kutub pertumbuhan dalam teori ini mengacu pada daerah yang memiliki industri-industri utama dan berfungsi sebagai pusat berbagai aktivitas ekonomi yang dapat mendorong perkembangan industri lain di sekitarnya. Karakteristik utama wilayah yang cocok sebagai kutub pertumbuhan adalah sebagai berikut:

a) Memiliki berbagai sektor ekonomi yang saling terkait dan beragam. Wilayah pertumbuhan yang ideal harus menampilkan aktivitas ekonomi yang heterogen dan berhubungan satu sama lain. Keterkaitan ekonomi ini akan menghidupkan perekonomian dan mendorong kemajuan wilayah secara menyeluruh. 

b) Terdapat sektor-sektor yang saling mendukung, menciptakan “multiplier effect” yang merata dalam kehidupan masyarakat. 

c) Terdapat konsentrasi geografis dalam wilayah tersebut, yang mencakup beragam sumber daya alam dan sumber daya manusia. Konsentrasi ini menjadi modal awal untuk aktivitas ekonomi seperti pertukaran barang dan jasa.  

d) Wilayah pusat pertumbuhan harus mendorong perkembangan wilayah-wilayah penyangga di sekitarnya, karena wilayah penyangga berperan dalam menyediakan bahan baku bagi kegiatan ekonomi di wilayah pusat. Pertumbuhan wilayah penyangga akan menentukan kemajuan ekonomi wilayah pusat.

Implementasi teori kutub pertumbuhan dalam pembangunan nasional tercermin dalam kebijakan pemerintah Indonesia yang membagi negara ini menjadi empat pusat pertumbuhan regional: Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Setiap pusat pertumbuhan ini kemudian dibagi lagi menjadi beberapa wilayah pembangunan. Lebih jauh, penggolongan wilayah pusat pertumbuhan di Indonesia dapat dilihat dalam tabel berikut. 

Peta Wilayah Pembagunan di Indonesia

Penjelasan mengenai gambar tersebut

Tujuan akhir pembagian wilayah pembangunan ini adalah pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.
Sekarang untuk Wilayah Pembangunan Utama X menjadi Wilayah Pemabngunan Utama E

Dwi Rahmanto
Dwi Rahmanto  Every Sphere has a Story

Komentar